Suggestopedia

Dalam mempelajari bahasa Jepang ada banyak metode dan cara pengajaran. salah satunya adalah Suggestopedia, dalam metode ini bukan hanya keadaan pembelajar yang harus diperhatikan namun, keadaan lingkungan sekitar juga dapat berpengaruh. Selanjutnya (Suggestopedia akan disingkat dengan SP). Rebecca (1990 : 14) dalam Language Learning Strategi mengemukakan metode dalam mengurangi kegelisahan dan belajar dengan nyaman, yaitu:

  1. dengan meditasi dan menarik nafas panjang.
  2. dengan musik (belajar sambil mendengarkan musik klasik)
  3. dengan gelak tawa (tertawa untuk rileks dengan menonton film lucu, membaca buku-buku humor, mendengarkan cerita lucu, dan lain-lain.

Belajar merupakan masalah sikap bukan bakat (Lazanov Georgi). Suggestopedia adalah metode yang didasarkan pada pemahaman yang modern bagaimana otak manusia bekerja dan bagaimana kita akan belajar paling efektif. metode ini dikembangkan oleh Doktor psychotherapist dari Bulgaria Georgi Lazanov. Suggestopedia pada awalnya diterapkan terutama dalam pengajaran bahasa asing dan sering mengklaim bahwa SP dapat mengajar bahasa sekitar tiga kali lebih cepat dari metode konvensional.

  1. Definisi Suggestopedia

Suggestopedia lahir pada 1926, Lozanov berkebangsaan Bulgaria, seorang yang ahli dalam bidang physiologi, ahli ilmu saraf, dan psikiater dari Universitas Sofia. Menurutnya, pada awalnya metode ini untuk mengetes penggunaan 「hipnotis/bawah sadar」dalam pengobatan mental, sebagai seorang psikiater dia berpendapat bahwa manusia mempunyai perasaan yang mendalam terhadap 「kemampuan potensial」tetapi, karena kemauan bawah sadar pasien tidak dapat dikontrol maka, pengobatan itu diberhentikan, selanjutnya metode pengobatan dirubah dengan menggunakan 「sugesti」. Keefektifan yang sama dan percobaan bawah sadar dapat diperoleh dengan baik hanya dengan sugesti tanpa menggunakan keadaan yang luar biasa yang disebut dengan bawah sadar. Dalam pengobatan sugesti ini pasien yang luka parah 「尿崩症(にょうほうしょう)」dapat diobati, pasien yang sakit jantung dapat diobati tanpa harus melakukan pembiusan/anestisi, begitu juga pasien Hernia dapat dioperasi luar tanpa berdarah dan rasa sakit, dan pengobatan-pengobatan lain yang sudah dikenal.

Selanjutnya, Lazanov untuk membuktikan secara nyata keefektifan sugesti terhadap ingatan berdasarkan hasil penelitian dalam bidang kedokteran, dia memulai percobaan mengingat arti kata bahasa asing. Pada prosesnya 「催眠学習」percepatan ingatan, bukan hanya pada hipnosis/hipnotis/bawah sadar, sebenarnya menjadi lebih baik karena sebelum hipnosis diberikan, telah di sugesti terlebih dahulu. Seiring proses penelitian hipnosis dan percobaan ini, maka 「暗示学」ini, landasan teori pengajaran SP, berbeda dari metode pengajaran lain, hal yang utama terletak pada mekanisme ingatan dalam pengobatan ilmu saraf, fisiologi (ilmu faal) otak besar (fisiologi  cabang biologi yg berkaitan dengan fungsi dan kegiatan kehidupan atau zat hidup (organ, jaringan, atau sel), dan SP ini pertama kali merupakan bidang kedokteran yang berlandaskan pada teori sugesti.

Hasil penelitian Lazanov, semenjak dipresentasikan di Unesco pada Tahun 1978, mulai dipergunakan untuk bimbingan berbagai bidang pengajaran bahasa asing, mulai dari negara-negara Eropa timur sampai kesetiap negara dan masih dipergunakan sampai sekarang (Osamu, 1990 : 50).

Beberapa tombol elemen SP termasuk kaya akan indera lingkungan belajar (gambar, warna, musik, dll), ekspektasi positif dari keberhasilan dan penggunaan berbagai-bagai metode: dramatis teks, musik, partisipasi aktif dalam lagu dan permainan. SP mengadopsi sebuah pendekatan terstruktur dengan hati-hati menggunakan tiga tahap utama sebagai berikut:

  1. Persiapan

Dalam tahap persiapan yang akan membantu siswa untuk bersantai dan pindah ke positif keadaan pikiran, dengan perasaan bahwa belajar itu akan mudah dan menyenangkan.

  1. Musik Klasik

Dalam hal ini, melibatkan sugesti secara aktif tentang bahan yang akan dipelajari. misalnya, dalam kasus belajar bahasa asing mungkin saja ada yang membaca secara berlebihan bagian teks begitu juga diiringi atau sambil mendengarkan musik klasik.

  1. Praktek

Penggunaan berbagai permainan, teka-teki, dan lain-lain untuk meninjau konsep pembelajaran (www. google/suggestopedia/learning)

Selanjutnya akan diperkenalkan konsep SP sebagai metode pengajaran bahasa asing.

2. Teori pembelajaran

SP adalah teori belajar yang memungkinkan pembelajar memperoleh informasi sebanyak-banyaknya dengan waktu yang singkat, efektifitas membebaskan kemampuan potensial (proses melepaskan sugesti), memberikan rangsangan terhadap imformasi positif sedapat mungkin dalam proses pembelajarannya (Osamu, 1996 : 106). berikut prinsip dan cara pembelajaran SP.

  1. Tiga Prinsip SP

1)      「berusaha untuk meluaskan kemampuan konsentrasi dalam keadaan yang rileks secara mental, melepaskan diri dari tegang dan mencoba untuk senang」

Untuk dapat belajar rileks secara mental pembelajar dibuat untuk membebaskan diri dari lingkungan, menghindari faktor utama yang negatif seperti kepanikan, kegelisahan, tegang, dari proses pembelajaran dan lingkungan belajar. Pada situasi seperti ini, pembelajar dapat berkosentrasi pada ingatan intelektual dan kreatifitasnya, keadaan ini baik dalam pemrolehan pembelajaran karena bekerja sesuai dengan cara kerja alami otak manusia.

2)      「menyatukan perasaan bawah sadar dan perasaan sadar dan merangsang penggabungan otak besar」

Dalam proses pembelajaran ini, pembelajar bukan hanya melakukan aktifitas secara sadar namun juga fungsi atau reaksi perasaan bawah sadarnya di aktifkan. Aktifitas pembelajaran dilaksanakan untuk mendorong mempercepat pemrolehan pengetahuan dan koknitif pembelajar.

3)      「aktifitas sugesti yang terhubung dengan level kemampuan bawah sadar」

Untuk melakukan aktifitas melepaskan kemampuan potensial, pada prosesnya, level kemampuan potensial tidak perlu digali terus-menerus oleh pembelajar, efektifnya perlu untuk melakukan aktifitas yang terhubung dengan sugesti.

  1. Tiga Tahap dalam SP

1)      Tahapan phsikologis

Pengajar menjaga suasana belajar agar dapat bekerja secara efektif dalam sugesti, proses pembelajaran, pencapaian aktifitas, membebaskan kemampuan potensial pembelajar. Untuk itu, pengajar perlu mengenakan kemampuan menggunakan secara terstruktur perasaan bawah sadar dan perasaan sadar, penguasaan proses berfikir dan persepsi perasaan bawah sadar. sehingga pembelajar, mendapat pengalaman (belajar yang menyenangkan).

2)      Tahap Pengajar

Pengajar membentuk dan menyatukan secara keseluruhan faktor-faktor dalam pengajaran, menyesuaikan bahan ajar dan pembelajar. selanjutnya pembelajar, perlu untuk selalu dibimbing dalam aktifitas pencarian arti yang terstruktur, sambil mengingat hal yang dilakukan, proses menganalisis dan aktifitas penyatuan dalam waktu yang bersamaan, selalu menyerap sebagian atau keseluruhan.

3)      Tahap Kesenian

Yang dimaksud dengan rasa seni disini (musik, lukisan/gambar, dan drama dan lain-lain) adalah memberikan secara berlimpah informasi tentang sekitar perasaan yang hormonis dari perasaan bawah sadar pembelajar. Bagian seni ini bukan hanya digunakan sebagai tambahan, namun juga dimasukkan kedalam proses pembelajaran.

Dari tiga prinsip dan tiga tahap dalam SP, keefektifan pembelajar sangat diharapkan, pada saat menyatukan dan mengorganisis prinsip dan tahapan tersebut, nantinya keefektifan sugesti pembelajar dapat bekerja sesuai dengan cara-cara berikut ini:

Pada prakteknya, yaitu:

  1. Otoritas.
  2. Sifat kanak-kanak
  3. Double Planeness
  4. Intonasi
  5. Ritem
  6. Pseudo Passivity

(Okuda, 1992 : 27)

Kesimpulan

Berikut merupakan simbol atau fitur dari SP, yaitu:

  1. Sedapat mungkin belajar difasilitasi dengan  lingkungan yang nyaman, tempat duduk yang enak, dan pencahayaan yang cukup.
  2. Belajar digalakkan melalui kehadiran dekorasi dan memiliki target bahasa dan berbagai informasi gramatikal.
  3. Guru mempunyai peran atau otoritas penuh dalam kelas.
  4. Siswa diperhadapkan/dianjurkan seperti anak-anak yang sedang melakukan perjalanan mental dengan guru dan menganggapnya sebagai sesuatu yang baru.

(www.google/suggestopedia/metodepengajaran)

Dalam pembelajaran SP, lingkungan sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar. kemampuan bawah sadar siswa dikeluarkan untuk menghilangkan kegelisahan agar dapat rileks, dalam keadaan rileks itulah segala informasi yang akan dipelajari dapat masuk dengan baik.

Partikel Dalam Bahasa Jepang

Partikel Zo

Catatan: Zo menambahkan penekanan dalam kalimat yang lebih empatik dari pada partikel ze, umumnya dipakai oleh laki-laki.

Contoh:

  1. Menunjukkan perintah dan perlakuan.
    1. 今度そんなことしたら、絶対に許さないぞ。

Kondo sonna koto shitarazettai niyurusanaizo.

Lain waktu ketika melakukan hal itu/ketika melakukan hal itu lagi, anda akan membayar untuk hal itu.

  1. その仕事、君に頼んだぞ。

Sono shigotoki mi ni tanonda zo.

Pekerjaan itu, saya mengandalkan anda ya.

  1. Menambahkan penekanan kepada kalimat untuk memberikan dorongan pada diri sendiri atau menghimbau diri sendiri.
    1. 頑張るぞ。

Ganbaruzo.

Semangat..

  1. 今度こそ成功するぞ。

Kondo koso seiko suru zo.

Lain waktu saya akan sukses/menjadi pemenang.

 

Partikel Na

l. Menunjukkan emosi. Banyak digunakan oleh laki-laki.

Catatan: Na dalam pemakaiannya sering menjadi panjang Naa.

  1. あの人はすばらしいなあ。

Ano hito wa subarashii na.

Orang itu benar-benar hebat.

  1. きれいな星だな。

Kirei na hoshi da na.

Bintang yang cantik ya.

  1. meminta persetujuan dari orang lain. Digunakan oleh laki-laki.
    1. あの車は新車だよな。

Ano kuruma wa shinsha da yo na.

Mobil itu mobil baru kan/ kan ya.

  1. あそこは寒いな。

Asoko wa samui na.

Disana dingin kan.

  1. Melunakkan efek/akibat dari pernyataan yang tegas.
    1. あの人はなかなか立派な人だと思うな。

Ano hito wa nakanaka rippa na hito da to omou na.

Saya rasa orang itu sedikit demi sedikit menjadi orang yang makmur.

  1. この映画はよくなかったな。

Kono eiga wa yoku nakatta na.

Film ini tidak bagus ya.

  1. Melunakkan perintah atau permintaan (contoh pertama penutur wanita dengan bentuk kudasai na, contoh kedua penutur pria).
    1. 成固まで行って下さいな。

Narita made itte kudasai na.

Tolong pergi sampai Bandar udara Narita.

  1. 明日必ず来いな。

Ashita kanarazu koi na.

Tolong pastikan agar datang besok.

  1. Menunjukkan larangan. Digunakan oleh laki-laki.
    1. 絶対にあいつに会うな。

Zettai ni aitsu ni au na.

Benar-benar tidak ingin bertemu dengan orang itu.

  1. もうあのバーに行くな.

Mou ano baa ni iku na.

Tidak akan pergi ke Bar itu lagi.

 

Partikel Ze

Catatan: menunjukkan penekanan ke kalimat. Ketika dicocokkan dengan partikel zo, partikel ini kurang tegas. Ze banyak digunakan oleh laki-laki.

  1. Digunakan untuk membuat pernyataan kepada seorang atau penekanan dari sesuatu hal.
    1. 先に行くぜ。

Saki ni iku ze.

Saya pergi duluan ya.

  1. その仕事、君に頼んだぜ。

Sono shigotoki mi ni tanonda ze.

Pekerjaan itu, saya mengandalkan anda ya.

  1. 頑張るぜ。

Ganbaruze.

Semangat.

 

Partikel Sa

  1. Melunakkan pernyataan yang tegas. Banyak digunakan oleh laki-laki.
    1. 明日の高橋さんのパーティーには、もちろん行くさ。

Ashita no Takahashi-san no pati ni wamochiron iku sa.

Saya akan dating kepesta Takahashi besok, pastinya saya datang.

  1. それより、こっちのセーターの方が大きいさ。

Sore yorikotchi no seetaa no ho ga okii sa.

Sweater ini lebih besar dari yang itu.

  1. Menunjukkan respon kritis/mencela dari sesuatu hal.
    1. あんな無能な社員を入れるから、会社が伸びないのさ。

Anna muno na shain o ireru karakaisha ga nobinai no sa.

Karena masuknya orang yang tidak berkompeten itu, perusahaan jadi tidak berkembang.

  1. あの人のやりそうなことさ。

Ano hito yarisouna kotosa.

Sesuatu itu ya seperti orang itu.

 

Kashira

Catatan: kashira pada dasarnya sama dengan kana tetapi kashira banyak digunakan oleh perempuan.

  1. Menunjukkan ketidaktentuan.
    1. 社長さん、今日何時に会社へいらっしゃいますかし5。

Shacho-sankyou nanji ni kaisha e irasshaimasu kashira.

Pemilik perusahaan, hari ini dating jam berapa ya ke Perusahaan.

  1. この機械の使い方、ご存じでいらっしゃいますかし5。

Kono kikai no tsukaikatago zonji de irasshaimasu kashira.

Saya harap anda mengetahui, cara pemakaian mesin ini.

  1. Menunjukkan pertanyaan kepada diri sendiri.
    1. もう帰ってもいいのかし5。

Mou kaette mo ii no kashira.

Saya berharap boleh pulang sekarang.

  1. こんなすてきなプレゼントをもらって、いいのかしら。

Konna suteki na purezento o moratteii no kashira.

Kalau menerima hadiah cantik seperti ini, pasti senang kali ya.

  1. Menunjukkan harapan atau permintaan yang tidak dikatakan.
    1. 今晩私の宿題を手伝ってくれるかし5。

Konban watashi no shukudai o tetsudatte kureru kashira.

Malam ini saya harap anda (bisa tidak ya) membantu mengerjakan PR saya.

  1. コンビューターの使い方、教えていただけるかし5。

Konpyuutaa no tsukaikataoshiete itadakeru kashira.

Saya berharap anda mengajarkan saya cara pemakaian computer.

 

Partikel wa

Catatan: penulisan wa beda dengan penulisan partikel wa, banyak digunakan oleh wanita.

1. menunjukkan emosi, atau perasaan kagum.

  1. 今夜のオペラは、本当にすばらしかったわ。

Kon’ya no opera wahonto ni subarashikattawa.

Opera malam ini, benar-benar menakjubkan.

  1. この生け花は見事ですわ。

Kono ikebana wa migoto desuwa.

Ikebana ini bagus sekali.

  1. Melembutkan pernyataan.
    1. ほかの庖で買った方がいいと思うわ。

Hoka no mise de katta ho ga ito omouwa.

Saya rasa lebih baik beli ditoko yang lain.

  1. 私の方が悪かったわ。ごめんなさいね。

Watashi no ho ga warukatta wa. Gomen nasai ne.

Itu salah saya. Saya minta maaf.

 

Partikel No

Digunakan di akhir kalimat.

  1. Menunjukkan pertanyaan (digunakan dalam percakapan sehari-hari).
    1. 会社、本当にやめるの。

Kaishaho nto ni yameru no.

Apakah benar-benar keluar dari perusahaan?

  1. 明日は何時に出かけるの。

Ashita wa nanji ni dekakeru no.

Besok keluar jam berapa?

  1. Memberikan nada lembut dari suatu pernyataan. (biasanya digunakan oleh perempuan).
    1. 私、来月フランスに留学するの。

Watashira igetsu Furansu ni ryuugakusuru no.

Saya akan belajar diluar negeri Perancis bulan depan.

  1. 土曜日はコンサートに行きたいと,思っているの。

Doyobi wa konsato ni ikitai to omotte iru no.

Sabtu saya rasa saya ingin pergi ke konser.

  1. Menunjukkan perintah yang ringan.
    1. そんなこといわないの。

Sonna koto iwanaino.

Jangan berkata hal yang seperti itu.

  1. あなたは黙っていればいいの。

Anatawa damatte ireba ii no.

Bagi anda diam lebih baik.

GIRI, NINJO, HONNE, TATEMAE, DAN WA DALAM BUDAYA JEPANG

  1. I.                    PENDAHULUAN

            Jepang merupakan negara yang mempunyai teknologi yang maju. Dengan bukti tersebut kita dapat langsung menyimpulkan bahwa orang Jepang adalah orang yang disiplin dalam bekerja. Pada umumnya pribadi orang Jepang itu adalah: (1) rasa memiliki kewajiban merupakan pendorong yang kuat untuk tingkah laku orang-orang Jepang, (2) kerjasama diantara semua anggota lebih didahulukan daripada tanggung jawab, otoritas dan inisiatif perorangan, dan (3) orang Jepang menilai bahwa keselarasan di atas kebenaran (jurnal pendidikan, 2000 : 76). Dengan demikian individu Jepang adalah orang yang menjaga keharmonisan dengan orang lain. Di lihat dari segi pemakaian bahasa pun dapat dilihat. Banyaknya ragam bahasa hormat dalam dunia bisnis yang dalam pemakaiannya sesuai dengan orang luar 外(soto) dan orang dalam 内(uchi).

Dengan kata lain dalam hidup bermasyarakat kita pasti memerlukan orang lain agar hidup menjadi selaras. Sebagai mahluk sosial kita selalu bergantung dengan orang lain, namun demikian dalam menjalin hubungan dengan orang lain tidaklah mudah, jangankan untuk orang atau bangsa lain (Jepang) dalam hubungan dengan bangsa sendiri terkadang juga sangat sulit. Setiap orang mempunyai prinsip dan sifatnya masing-masing. Namun demikian bangsa Jepang lebih mengutamakan kepentingan kelompok dari pada pribadi. Itu dapat terlihat dari sistem line yang diterapkan diberbagai perusahaan yang ada di Indonesia. Dengan menggunakan sistem tersebut setiap orang harus bekerja selaras dan seimbang dengan orang lain atau rekannya, tidak ada yang selesai lebih dulu atau bahkan ada yang terlalu lambat. Melihat hal itu kita dapat meyimpulkan bahwa bangsa Jepang mempunyai sifat yang disiplin dan teratur dalam menjaga keseimbangan bermasyarakat.

  1. II.                PEMBAHASAN

Giri adalah hubungan kemanusiaan. Pada zaman Edo (abad ke 17-19) menekankan pada suatu keharusan meskipun tidak sesuai dengan kata hati. Konsep giri pada awalnya memiliki arti perasaan berhutang budi, (jurnal UPI, 2000 : 80). Di Indonesia hal seperti ini pun banyak dilakukan. Ketika ada bencana tsunami banyak dari sukarelawan yang membantu tanpa meminta balasan. Konsep yang mungkin pernah timbul di Indonesia adalah gotong-royong yang pernah boomming pada masa pemerintahan orde lama, tetapi lama-kelamaan hal tersebut hilang dan berkembang menjadi kolusi, korupsi, dan nepotisme. Tetap saja orang yang kuat akan mendapat posisi yang lebih baik atau orang yang mempunyai banyak uang pasti akan lebih dihormati. Budaya Jepang memang sangat berbeda dengan budaya Indonesia walaupun kita sama –sama bangsa timur, cara pandang dalam menilai sesuatu sedikit banyak dilihat dari kepercayaan atau agama sedangkan dalam bangsa Jepang orang yang berbuat salah pasti akan merasa malu. Misalnya saja dalam pakaian, di Indonesia pasti banyak masyarakat yang mencibir atau aneh apabila melihat wanita memakai rok mini, pandangan yang timbul terhadap wanita yang memakai rok mini cenderung kearah yang negatif. Namun bagi pembelajar bahasa Jepang yang suka terhadap anime atau mangga pasti sudah terbiasa melihat pakaian yang mini yang dikenakan oleh anak sekolah Jepang. Itulah sebabnya maka anime atau mangga yang demikian akan bertentangan dengan norma yang berlaku dimasyarakat kita.

Ninjo adalah kasih sayang yang tidak terbatas pada unsur-unsur antara laki-laki dan perempuan. Ninjo yang terdapat dalam budaya Jepang dan Indonesia sepertinya tidak jauh berbeda, konsep ninjo sangat jelas yaitu hubungan kasih sayang antara sesama manusia. Saling tolong menolong dan membantu adalah hal yang hampir dimiliki oleh setiap negara. Namun demikian di Jepang ada kotowaza atau perumpamaan yang berbunyi jibun no koto wa jibun de shinasai yang mempunyai arti pekerjaan atau masalah sendiri selesaikanlah sendiri. Hal ini sangat dipegang teguh oleh masyarakat Jepang itu terlihat dari pemakaian kata apabila meminta sesuatu bantuan kepada orang lain. Misalnya ketika berkata yoroshiku ne atau yoroshiku onegaishimasu, setelah mengatakan permintaan. Banyak kosakata yang digunakan untuk mengungkapkan perasaan ketika ingin meminta sesuatu, misalnya yasumasete itadakitai to omoun desu ga yang mempunyai arti meminta tolong untuk menyuruh pembicara istirahat atau tidak masuk karena ada keperluan atau sakit (Tatematsu, 1993 : 26). Sedangakan budaya yang berlaku di Indonesia adalah mengutarakan alasan terlebih dahulu untuk meyakinkan pendengar supaya apa yang diminta dapat dikabulkan, misalnya ketika terlambat datang, hal pertama yang diutarakan adalah macet atau hujan yang dijadikan alasan bukan menyalahkan diri sendiri (kuliah SLA hari kamis, 29 Mei 2008). Giri dan ninjo merupakan satu kesatuan dalam kebudayan orang Jepang. Namun ada yang berpendapat bahwa giri sebagai konsep umum ditempatkan lebih tinggi dari pada ninjo.

Honne adalah substansi atau esensi, sedangkan tatemae adalah bentuk. Hubungan honne dengan tatemae seperti halnya hubungan antara kebenaran yang nyata dengan kebenaran umum (jurnal UPI, 2000 : 80). Dengan kata lain honne adalah fakta yang sebenarnya yang hakiki dan sesuai dengan kata hati, sedangkan tatemae adalah fakta permukaan, yang sifatnya kepura-puraan tidak mengetahui padahal ia mengetahuinya. Misalnya, anda bekerja sebagai karyawan pada sebuah perusahaan tertentu, sekalipun hampir tidak bisa dibenarkan, namun ternyata anda juga melakukan pekerjaan sampingan lainnya yang sama dengan bidang kerja anda di perusahaan lain yang merupakan kompetitor. Teman-teman sekerja anda mengetahui akan hal itu, tetapi mereka berpura-pura tidak mengetahuinya. Fakta bahwa anda mengetahui bahwa mereka mengetahui pekerjaan sampingan anda itu disebut honne, sedangkan kepura-puraan mereka bahwa mereka tidak mengetahuinya adalah tatemae. Contoh lainnya adalah, apabila kita mempunyai teman yang terlibat narkoba ada perasaan yang mengganjal apabila kita memberitahukannya kepada orang tua atau yang berwajib. Sekalipun maksud kita baik untuk menyelamatkan teman kita, tetapi akan sangat tidak fair apabila kita melihat teman kita menderita karena pengakuan kita. Konsep ini memang terlihat sangat ironis, sehingga pada kenyataannya banyak orang yang akhirnya tidak ingin tahu tentang masalah orang lain atau tidak ingin terlibat. Budaya seperti ini di Indonesia sepertinya lebih kepada tatemae yang melakukan kepura-puraan untuk menciptakan keharmonisan dalam bersosialisasi. Segala sesuatunya dibiarkan mengalis tanpa adanya usaha untuk menentang atau berseberangan.

Seperti yang dikemukakan (nakane, 1988) dalam menyampaikan pikirannya dalam diri orang Jepang ada sikap honne dan tatemae apa yang diucapkan belum tentu sama dengan apa yang ada dalam hatinya. Honne adalah ungkapan yang sama dengan isi hatinya, sedangkan tatemae sendiri adalah ungkapan yang tidak keluar dari hati sanubari. Misalnya, orang Jepang sering mengatakan enak bila disuguhi makanan oleh tuan rumah sekalipun rasanya tidak sesuai dengan lidahnya, atau bila ia tidak suka akan mengatakan bahwa rasa makanan itu merupakan rasa yang pertama kali dirasakan, tidak dengan gamblang mengatakan tidak enak atau kurang manis dan lain sebagainya. Berhubungan dengan cara pengutaraan masalah seperti tersebut di atas dalam lingkungan pariwisata, keluhan-keluhan turis Jepang biasanya tidak disampaikan langsung kepada pihak penyelenggara tour di Indonesia, melainkan pada agen penjual paket tour di Jepang. Namun bukan berarti juga bahwa keluhan yang disampaikan kepada pihak Indonesia  tidak ada.

Sekalipun harus mendapatkan keluhan dari pihak tamu maka kita tidak perlu merasa gusar atau menganggap remeh. Keluhan atau complain itu hampir bisa dikatakan adalah hal yang bisa dianggap biasa,  untuk memperbaiki kinerja dalam bisnis jasa, hal terbaik yang perlu dilakukan adalah menanggapinya  dengan cara yang benar dan mengadakan perbaikan.

Sebagai contoh apabila ada tamu yang berkunjung kesalah satu restoran dan pelayan yang mengantarkan pesanan salah membawa makanan yang di pesan maka, dapat berkata sumimasen, moushiwake arimasen yang mempunyai arti `maaf` dan lain sebagainya, kemudian mengutarakan alasan yaitu watashiga machigaemashita yang mempunyai arti `maaf saya (yang) salah` dan solusi yang berupa kalimat sugu omochi shimasu `segera saya bawakan (pesanannya)`.

Demikian sebaliknya bila kita melakukan keluhan terhadap tamu maka agar keluhan kita tidak menimbulkan ketidaknyamanan, kita juga sebaiknya mengutarakan dengan ungkapan seperti masyarakat Jepang, dengan cara yang tidak langsung dulu. Seandainya dengan ujaran yang tidak langsung tersebut lawan bicara belum memahami maksud kita maka barulah diutarakan secara langsung.

Wa (harmoni, kerukunan) merupakan satu istilah kunci dalam tata kehidupan Jepang. Oleh sebab itu, di Jepang, suatu perusahaan dianggap `keluarga besar` dan tidak ada garis yang tegas antara modal, manajemen, dan buruh. Ketiga unsur bersatu padu dalam suatu wa dalam memajukan perusahaan dan menyumbang pada kesejahteraan masyarakat di lingkungannya. Oleh sebab itu, wa atau konsep harmoni merupakan faktor yang sangat dijunjung tinggi dalam tata nilai tradisional Jepang. Hal ini dapat terlihat dari pemakaian kosakata ketika berbisnis berkenalan dengan orang lain. Orang Jepang biasa mengutarakan nama tempat dia bekerja terlebih dahulu dari pada namanya. Misalnya, Suzuki no Ari to moushimasu yaitu `saya Ari dari perusahaan Suzuki`. Begitu pun dalam lingkungan kerja ketika kita memperkenalkan manajer kita, harus dengan jabatannya terlebih dahulu misalnya, Kacho no Ito desu, `Ito manajer` bukan Ito no kacho desu, sekalipun kalau diartikan kedalam bahasa Indonesia tidak mempunyai makna yang berbeda (Hiroko, 1998 : 3).

Dengan kata lain, kita lebih menghormati orang luar perusahaan dari pada orang dalam sendiri sekalipun orang tersebut adalah atasan atau bos kita. Salah satu tradisi lain adalah selalu menjaga hubungan insani antara senior dan yunior. Hubungan antara senior dan junior dalam lingkungan kerja biasa dikenal dengan 年功序列 nenkoo joretsu atau sistem senioritas bahkan diperusahaan Jepang apabila ada promosi beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah selain dari pada kemampuan tingkat kesenioritasan juga dijunjung tinggi, sekalipun sistem ini terdapat kekurangan, tetapi untuk menjaga keharmonisan tetap saja dilakukan (Unicom, 1991 : 86). Konsep seperti ini juga masih terdapat atau ditemui pada masyarakat kita. Sepertinya ada pandangan bahwa orang yang tua lebih bijak dalam memimpin atau mengayomi. Bisa memberikan solusi apabila terjadi kesalahan dan dianggap mempunyai pengalaman yang banyak sehingga pasti dapat menyelesaikan segala macam masalah. Namun seiring dengan perkembangan zaman banyak juga perubahan yang ditimbulkan atau peningkatan yang positif terjadi pada masyarakat kita. Adanya salah satu iklan di televisi yang menayangkan bahwa orang muda tidak dapat mendapat kerja yang bagus kalau belum terlihat tua. Itu membuktikan bahwa pandangan seperti ini sudah mulai berubah. Adanya stasiun TV yang mempekerjakan anak-anak muda dalam segala macam bentuk penyiarannya memperlihatkan bahwa anak muda sekarang lebih kreatif dan mempunyai potensi yang mampu menyamai atau bahkan mengungguli orang tua. Sudah saatnya para orang tua harus merasa legowo dan memberi kesempatan pada yang muda.

Dalam masyarakat bisnis di Jepang hubungan antara bawahan dan atasan sangat jelas, misalnya bila bawahan melihat atasannya membawa tas, maka bawahan akan segera menawarkan untuk membawakannya, dan orang yang sering membawakan tas atasannya atau bawahan seperti ini disebutnya juru bawa tas atau dalam bahasa Jepang disebut ‘kaban mochi’, nama ini mempunyai nuansa sedikit olok-olok (Okutsu, K. 1990).

Dalam masyarakat bisnis tamu adalah raja. Maka bila melihat “raja” dalam kesulitan maka sudah sewajarnya bila ditawarkan bantuan untuk meringankan bebannya. Tentu saja ini adalah budaya yang berlaku di negara kita, namun demikian lama kelamaan tidak semua orang berpikiran seperti ini lagi. Mungkin karena keadaan ekonomi yang sulit sehingga tidak dapat berlaku seperti yang seharusnya karena sibuk dengan bebannya sendiri. Berikut adalah Contoh kalimat yang dipergunakan apabila ingin membantu orang Jepang misalnya, apabila ada tamu berkunjung ke Borobudur sambil menggendong anak dan selain itu masih harus membawa sendiri barang-barangnya, maka sepatutnyalah ditawarkan bantuan kepada tamu tersebut dengan menggunakan ungkapan yang benar. Ungkapan yang dipakai sudah barang tentu adalah ragam merendah atau kenjoogo, karena menawarkan pekerjaan kepada pihak yang kita tinggikan. Pola merendah di sini adalah pola o-verba-suru. okyakusan, kaban o omochishimasu `mari saya bantu membawakan tasnya`.

Pada masyarakat pembelajar bahasa Jepang tingkat pemula, pola ini sering tertukar dengan bentuk verba–te ageru, okyaku-san kaban wo motte agemasu yang mempunyai arti serupa tetapi maknanya berbeda. Verba-te ageru ini bermakna melakukan pekerjaan untuk orang lain dengan suatu ‘pengorbanan’, sedangkan pola o-verba suru bermakna melalukan suatu pekerjaan untuk orang lain dengan merendah terhadap orang yang bersangkutan. Sehingga bila pemilihan ujaran ini tidak tepat maka menimbulkan kesan pemberi jasa lebih tinggi daripada “raja” tersebut dan tidak dengan suka hati.

Supaya tidak terjadi kesalahpahaman dalam menerima jawaban tamu apakah dia menolak atau menerima maka perlu juga kita memperhatikan kebiasaan berterimakasih dalam bahasa Jepang. Masyarakat Jepang ketika menerima suatu bantuan yang pertama kali diucapkan adalah ungkapan apology atau maaf, sedangkan pada masyarakat Indonesia bila mendapat bantuan, ucapan terimakasih adalah hal yang lumrah, oleh karena itu tidak mustahil kalau ada pemandu wisata  yang menginterpretasikan apology ini merupakan penolakan terhadap tawaran tersebut. Hal ini bisa digambarkan seperti dialog berikut:

A: kaban o omochi shimasu.

(sini bu, saya bawakan tasnya.)

T: sumimasen.

(maaf)

Jadi, ungkapan terima kasih karena telah mendapatkan bantuan dari orang lain dalam bahasa Jepang tidak selalu dengan kata ‘arigatou gozaimasu’. Tetapi bisa juga dengan sumimasen yang mempunyai makna yang sangat dalam karena sudah diberi bantuan.

Keharmonisan yang lain pun dapat terlihat pada masyarakat petani yang cenderung mempertahankan tradisi, memiliki sikap toleransi, rasa persaudaraan, sikap empati, menyukai perdamaian. sedangkan pada masyarakat perkotaan menganut gaya hidup kebaratan atau modern, hampir sebagian besar perfeksionis dengan mengutamakan kebersihan, ketelitian, kecepatan, kelancaran, sopan dan ramah serta informatif. Hal penting lain yang menjadi ciri orang Jepang yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi, adalah komitmennya dalam mengembangkan perasaan simpati, penghargaan dan semangat. Di dalam pengambilan keputusan, orang Jepang beranggapan bahwa perbedaan pendapat dapat menjadi perubahan yang paling mendasar, sedangkan voting itu sendiri dianggap tidak dapat mengambil keputusan yang paling cocok. Mereka lebih suka menghindari pengambilan keputusan, agar tetap terpelihara keharmonisan hubungan antara sesama anggota kelompok. Menurut masyarakat Jepang, konflik dan konfrontasi secara serius dapat memutuskan hubungan yang harmonis. Jika terjadi konflik, masyarakat Jepang memiliki dua cara untuk mengatasinya. Cara yang unik, pertama dengan sistem nemawashi, dan kedua dengan sistem ringi. Fungsi nemawashi memberikan banyak waktu kepada masing-masing kelompok untuk menyampaikan keputusannya, menjelaskan tujuannya dan memberikan kesempatan untuk memahami informasi kesimpulan tersebut. Sedangkan di dalam sistem ringi keputusan sangat diharapkan dari seseorang yang dianggap superior.

Keduanya memiliki kekhasan. Pada kenyataan di lapangan, orang Jepang cenderung tidak ingin mencari masalah, ia ingin segala sesuatunya berjalan dengan lancar, cepat dan harmonis. Fungsi nemawashi dan fungsi ringi, seyogianya lebih dipahami untuk menjelaskan persepsi orang lain mengenai ketidakberanian orang Jepang untuk menyampaikan protes secara langsung. Dengan demikian, jika kita benar-benar ingin meningkatkan hubungan kerja sama, ataupun dalam rangka menarik wisatawan Jepang lebih banyak untuk datang ke daerah-daerah tujuan wisata di Indonesia, akan sangat efektif bagi semua pihak yang berkepentingan untuk benar-benar memahami karakteristik dan kebiasaan orang Jepang.

  1. III.             SIMPULAN

 

Dari beberapa konsep yang telah dikemukakan di atas tergambarkan bahwa karakter orang Jepang berbeda dengan bangsa Indonesia sekalipun sama-sama berasal dari timur. Konsep tentang giri, ninjo, honne, tatemae, dan wa dapat menjadi pelajaran yang bagus untuk menjalin kerjasama dengan bangsa Jepang. Sekalipun dalam beberapa hal mempunyai kesamaan bukan berarti hal tersebut menjadikan kita puas diri dari apa yang ada.

Konsep-konsep atau kebudayaan tersebut dapat tercermin dari cara bertutur, menyelesaikan masalah, menolak permintaan, melakukan permohonan, dan mengutamakan orang lain atau kelompok. Keharmonisan tersebut semata-mata dilakukan untuk menciptakan rasa aman antara sesama mahluk hidup. Menundukkan kepala ketika mengucapkan salam merupakan bukti bahwa orang Jepang tidak ingin mencari masalah atau mempunyai arti bahwa dia tidak berbahaya bagi orang lain.

Dalam pemakaian kata pun ada berbagai tingkatan yang harus dipelajari dalam bahasa Jepang yaitu, Sonkeigo, Kenjoogo, dan Teineigo. Semua hal tersebut merupakan keigo atau ragam bahasa hormat yang dipakai oleh orang Jepang. Sekalipun ada beberapa orang yang berkata bahwa keigo juga merupakan hal yang sulit bagi orang Jepang tetap saja kita harus mempelajarinya. Bahasa Indonesia tidak mempunyai tingkatan dalam pemakaian bahasanya, sehingga bagi pembelajar bahasa Indonesia pasti akan merasa datar ketika mendengar kata-kata yang seharusnya diucapkan lebih sopan tetapi menjadi biasa. Kata makan dalam bahasa Jepang yang cukup banyak akan membingungkan para pembelajar bahasa Jepang. Misalnya kuu, tabemasu, gohan o itadakimasu, gohan o agatte irasshatte kudasai, dan meshiagarimasu (Sudjianto 2004 :188). Kelima kata tersebut sama-sama mempunyai arti makan tetapi ditujukan dan dipakai untuk berbagai keadaan, situasi dan lawan bicara.

Keharmonisan juga dapat dilihat dari cara orang Jepang berkorespondensi. Cara menulis surat yang mempunyai aturan-aturan dalam penulisan menggambarkan bahwa begitu teraturnya dan tersusunnya segala sesuatu. Hal terkecil sekalipun tidak dianggap remeh oleh orang Jepang. Mungkin karena bangsa Jepang hidup dalam empat musim yang memaksa untuk hidup lebih giat karena mengalami perubahan musim yang cepat. Dan Jepang merupakan negara yang mempunyai daerah yang tidak begitu besar, sehingga memaksanya untuk hidup lebih bersemangat untuk memanfaatkan apa yang ada. Dalam penulisan surat dapat dilihat bahwa salam yang digunakan adalah salam musim. Setiap bulan mempunyai salam musimnya masing-masing. Jepang begitu mengagungkan keindahan alam. Sebagai contohnya ketika bunga sakura mekar, banyak orang berbondong-bondong untuk melihat dan membawa bekal makanan untuk makan dan berkumpul dengan teman atau sahabat untuk bersenang-senang atau melepas lelah.

Dari beberapa hal yang telah dikemukakan, banyak hal yang dapat kita pelajari untuk menjaga keharmonisan lingkungan masyarakat kita. Tidak membuang sampah sembarangan, mementingkan kepentingan umum terlebih dahulu, dan lain-lainnya yang telah tertulis di undang-undang, semoga bukan menjadi slogan saja, tetapi dapat kita amalkan untuk menjaga keseimbangan dalam berbangsa dan bernegara.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

ALC Press. 1993. Jitsuyoo Bijinesu Nihongo, Japan.

Dahidi, Ahmad & Sudjianto. 2004. Pengantar Linguistik Bahasa Jepang, Kesaint Blanc. Jakarta.

Hiroko, Ikeda. 1998. Bijinesu no tame no Nihongo. Japan.

Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Jepang. 2000. UPI. Bandung.

Tatematsu, Kikuko & Yoko Tateoka. 1993. Formal Expressions for Japanese Interaction. The Japan Times, Japan.

Unicom. 1991. Nihongo no Nooryoku Shiken 2kyuu. Japan.

http://www.budpar.go.id  tanggal 02 Juni 2008.

http://www.bapeda.pemda- pentingnya memahami budaya.pdf. tanggal 02 Juni 2008.

Analisis Kontrastif Terhadap Makna Kata Oishii dalam Bahasa Jepang dan Makna kata Enak dalam Bahasa Indonesia

  1. Pendahuluan

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengarkan kata enak. Dalam bahasa Jepang kata ini diartikan dengan Oishii. Namun demikian pada pemakaian sehari-hari makna kata oishii dalam bahasa Jepang lebih sempit dibanding dengan makna kata enak dalam bahasa Indonesia. Tentu saja ini menjadi masalah dalam pemakaian dan padanan kata ketika menjelaskan hal ini kepada orang asing, baik orang Jepang ke orang Indonesia maupun sebaliknya. Dalam kamus Bahasa Indonesia enak dijabarkan dengan sedap; lezat untuk rasa;  terasa sehat atau segar untuk menyatakan kondisi badan. Arti enak dalam kamus Kenji Matsura adalah enak, sedap, lezat, dan nikmat. Dari hal di atas dapat dilihat bahwa enak dalam bahasa Indonesia bisa menyatakan kondisi badan atau keadaan, sedangkan enak dalam penterjemahan orang Jepang dalam kamus Kenji Matsura hanya menerangkan kata enak untuk makanan. Misalnya dalam kalimat :

  1. とてもおいしいもの。

`totemo oishii mono`

diartikan dengan `makanan yang luar biasa enaknya`

  1. うなぎはとてもおいしい。

`unagi wa totemo oishii`

diartikan dengan `belut gurih sekali`

  1. おいしいおちゃでした。

`oishi ocha deshita`

diartikan dengan `enak tehnya`

  1. たべものをおいしくたべる。

`tabemono o oishiku taberu`

diartikan dengan `menikmati makanan dengan lezat`

  1. こんなおいしい物はたべたことがありません。

`konna oishii mono wa tabeta koto ga arimasen`

diartikan dengan `belum pernah saya merasai makanan yang selezat ini`

Dari beberapa contoh di atas terlihat bahwa oishii dalam bahasa Jepang bila dipadankan kedalam bahasa Indonesia akan diartikan enak, lezat, gurih dan nikmat yang menandakan bahwa kata tersebut hanya untuk makanan atau minuman saja.

 

  1. Analisis Data

Berikut beberapa kata dalam percakapan bahasa Indonesia yang menggunakan kata enak:

  1. Hari ini badanku sedang tidak enak.
  2. Makanan ibu hari ini enak sekali.
  3. Aku jadi tidak enak sama dia.
  4. Enak saja, maunya menang sendiri.
  5. Enaknya, ngapain ya hari ini!

Berikut kata-kata enak yang diberikan awalan ke- dan se-:

  1. Jangan seenaknya memperlakukan orang.
  2. Kalau dipijit seperti ini jadi keenakkan.

Berikut kata enak yang mengandung arti memarahi:

  1. Enak kan, makanya nurut kata orang tua!

Kalimat-kalimat di atas sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari dalam percakapan yang informal. Dalam bahasa Indonesia kata enak untuk menyatakan kondisi dapat dimengerti oleh lawan bicara, namun demikian bagi orang asing yang belajar bahasa Indonesia mungkin akan timbul pertanyaan. Kalimat-kalimat di atas tentu akan berbeda apabila diterjemahkan kedalam bahasa Jepang. Kata enak yang terdapat di bahasa Indonesia tentu saja akan janggal bila diterjemahkan menjadi oishii dalam bahasa Jepang, bahkan seperti yang telah kita ketahui untuk menyatakan kondisi badan dalam bahasa Inggris pun tidak diterjemahkan dengan delicious.

Persamaan kata enak dalam bahasa Indonesia adalah lezat, nikmat, dan mak nyus (kata yang dipopulerkan oleh Bondan dalam acara kuliner di televisi). Namun demikian pada kenyataannya dalam kehidupan sehari-hari kita jarang sekali mengucapkan kata lezat dan nikmat untuk mengapresiasikan makanan atau minuman. Kita lebih cenderung menggunakan kata enak untuk mengapresiasikannya. Sehingga dalam penterjemahannya kata nikmat dan lezat lebih mendekati makna kata oishii dalam bahasa Jepang karena cakupannya tidak seluas makna kata enak, kata lezat dan kata nikmat hanya diperuntukkan untuk menerangkan makanan dan minuman.

Berikut akan dijabarkan arti kata yang dipaparkan di atas setelah penulis membagikan angket kepada mahasiswa pasca sarjana UPI (sabtu, 10 Januari 2009):

  1. Hari ini badanku sedang tidak enak

ー今日は体の調子がよくないです。

`kyou wa karada no choushi ga yokunai desu`

ー今日は体の調子がよくないです。

`kyou wa karada no choushi ga yokunai desu`

ー今日は本当にだるいな。

`kyou wa hontou ni darui na`

ー今日は調子がだるいだね。

`kyou wa choushi ga darui da ne`

  1. Makanan ibu hari ini enak sekali.

ー今日母が作った料理はとてもおいしいです。

`kyou haha ga tsukutta ryouri wa totemo oishii desu`

ー今日の料理がうまかったです。

`kyou no ryouri ga umakatta desu`

ー今日の母さんのごはんおいしいね。

`kyou no kaasan no gohan oishii ne`

ー今日の母さんのごはんおいしいね。

`kyou no kaasan no gohan oishii ne`

  1. Aku jadi tidak enak sama dia.

ー彼にちょっと‘きもい‘くなった。

`kare ni chotti kimoi kunatta`

ー彼との雰囲気はよくなくなってしまう。

`kare to no fun`iki wa yokunakunatte shimau`

ー彼に申し訳ないことがあります。

`kare ni mooshiwakenai koto ga arimasu`

ー彼に申し訳ないことがある。

`kare ni mooshiwakenai koto ga aru`

  1. Enak saja, maunya menang sendiri.

ーいいかげんなことを勝手にするな。

`iikagenna koto o katte ni suru na`

ーほら?勝手にしないでよ。

`hora? katteni shinai de yo`

ーほら?勝手にしないよ。

`hora? katteni shinai yo`

  1. Enaknya, ngapain ya hari ini?

ー今日、何をすればいいな。

`kyou, nani o sureba ii na`

ー今日はなにをするの?

`kyou wa nani o suru no`

ー今日は何をするのかな。。

`kyou wa nani o suru no ka na`

ー今日は何をするか。

`kyou wa nani o suruka`

  1. Jangan seenaknya memperlakukan orang.

ー勝手に人を扱うな。

`katteni hito o atsukau na`

ー人に対して自分勝手にしなさいよ。

`hito ni taishite jibun katte ni shinasai yo`

ー人に対しては勝手にするな。

`hito ni taishite wa katte ni suru na`

  1. Kalau dipijit seperti ini jadi keenakkan.

ーこんなにマッサージしてくれて、うまい!

`konna ni massaaji shitekurete, umai!`

ーこんなにマッサージをしてくれるなんて最高だね。

`konna ni massaaji o shitekureru nante saikou da ne`

ーこんなにマッサージをしてくれる、うまいだね。

`konna ni massaaji o shite kureru, umai dane`

  1. Enakkan, makanya nurut kata orang tua!

ーやはり親のことばに従わなくちゃだめよ!

`yahari oya no kotoba ni shitagawanakucha dame yo!`

ーうまくいってるでしょ!親のことばに関かなくちゃだめよ。

`umaku itteru desho! oya no kotoba ni kan kanakucha dame yo`

ーうまいでしょ!親のことばに関かなくちゃだめよ。

`umai desho! oya no kotoba ni kan kanakucha dameyo`

 

Tentu saja hal yang telah dijabarkan di atas hanya nomor 2 yang memang seharusnya mempergunakan kata oishii. Nomor 1, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8 memang mempunyai padanan sendiri sekalipun dalam bahasa Indonesia kita mempergunakan kata enak, jika mengutarakan kata-kata yang tersebut di atas. Pada nomor 1, untuk menyatakan kondisi badan yang tidak enak, dalam bahasa Jepang responden menterjemahkannya dengan choushi ga yokunai atau darui. Terbukti bahwa untuk menyatakan kondisi badan sama sekali tidak mempergunakan kata oishii dalam penterjemahannya. Sedangkan untuk nomor 2, hampir semua responden menterjemahkan kata enak untuk makanan dengan oishii, namun ada satu responden yang menterjemahkannya dengan kata umai. Terbukti bahwa untuk menyatakan enak dalam mengapresiasikan makanan, kata umai juga dipergunakan dalam budaya bahasa Jepang. Umai dalam kamus Kenji Matsura dijabarkan dengan enak; sedap; lezat; dan nikmat misalkan dalam kalimat umai mono `makanan yang enak`, kata umai  dalam kamus tersebut merujuk pada tiga hal yaitu: untuk makanan, untuk menyatakan pandai atau pintar; pada contoh nihongo ga umai `bahasa Jepangnya pintar`, dan ketiga untuk menyatakan pendapat misalkan pada kalimat sore wa umai kangae da `itu pikiran yang baik`. Pada nomor 3, kata enak disana diterjemahkan dengan, funiki wa yokunai, kimoi, dan kare ni mooshiwakenai koto. Pada nomor ini kata enak memang tidak ada hubungannya sama sekali dengan makanan, namun lebih bersifat keadaan perasaan kepada orang lain. Sehingga dalam penterjemahannya tidak ada yang menterjemahkannya dengan oishii. Sedangkan pada nomor 4, semua responden menterjemahkan kata seenakknya, dengan kata katteni dalam bahasa Jepang. Dalam kalimat ini kata enak diberi awalan se- dan akhiran –nya, sedangkan dalam bahasa Jepang tidak ada awalan dan akhiran pada kata yang dapat merubah arti. Sehinga arti yang tepat dalam bahasa Jepang pada pertanyaan nomor 4 adalah dengan mempergunakan kata katteni yang mempunyai arti seenakknya. Nomor 5, dalam bahasa sehari-hari kita sering menggunakan kata enak untuk menyatakan keinginan atau harapan. Dalam penterjemahannya adalah sureba ii na, suru no?, suru no kana, dan suru ka?.  Jawaban yang diharapkan penulis adalah sureba ii desuka atau sureba ii, yang mendekati penterjemahan dalam bahasa Indonesia. Pada pertanyaan nomor 6, hampir sama dengan makna pertanyaan nomor 4, sehingga jawaban responden menggunakan katteni untuk menterjemahkan kata seenakknya dalam bahasa Indonesia. Pada pertanyaan nomor 7, kata keenakkan diterjemahkan dengan umai dan saikou. Saikou dalam kamus Kenji Matsura adalah tertinggi; paling tinggi; teratas. Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa kata umai dapat dipergunakan untuk menyatakan kondisi dan untuk mengapresiasikan makanan. Pada pertanyaan nomor 8, untuk menyatakan kata enakkan! responden menterjemahkannya dengan yahari, umaku itteru desho, dan umai desho. Jawaban yang menurut penulis lebih tepat adalah dengan menggunakan kata yahari. Yahari dalam kamus Kenji Matsura diterjemahkan dengan juga; tetap contohnya pada, 犬はやはり犬だ`inu wa yahari inu da` anjing tetap anjing dan バスはやはりこない`basu wa yahari konai` bus belum juga datang. Sekalipun tidak ada kata enakkan seperti pada contoh nomor 8, makna yang mendekati dari kata tersebut lebih cocok apabila diterjemahkan dengan yahari.

Dari data yang dikemukakan di atas dapat dilihat bahwa kata oishii dalam bahasa Jepang dan kata enak dalam bahasa Indonesia mempunyai banyak perbedaan makna. Makna yang sama hanya merujuk pada apresiasi terhadap makanan dan minuman saja.

 

 

 

 

 

 

  1. Kesimpulan

 

Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian data di atas adalah bahwa makna kata tidak sama dengan arti kata. Sekalipun mempunyai arti yang sama belum tentu makna yang dihasilkan dalam kalimat mempunyai kesamaan. Dari delapan soal yang di analisis dapat terlihat bahwa kata enak dalam bahasa Indonesia banyak dipergunakan untuk berbagai hal, keadaan, dan kondisi. Misalnya untuk menyatakan enak pada kondisi badan, menyatakan enak pada makanan, menyatakan enak ketika mengapresiasikan perasaan, menyatakan enak untuk mengapresiasikan rasa marah atau komplain, menyatakan enak untuk mengapresiasikan keinginan atau harapan, menyatakan enak untuk melakukan tindakan atau aktifitas, menyatakan enak untuk penegasan terhadap sesuatu hal.

Perbeda dalam kata oishii, oishii hanya mencakup makna kata untuk menyatakan perasaan suka terhadap makanan atau minuman seperti contoh soal nomor 2. Dalam bahasa Indonesia akan lebih tepat jika diterjemahkan dengan lezat atau nikmat. Karena makna kata ini hanya menerangkan pada makanan dan minuman. Dalam Kamus Besar Indonesia (2008) adalah Lezat atau sedap; enak tentang rasa makanan atau minuman.

Dari data yang telah dipaparkan di atas tentang pengkontrastifan kata oishii dan enak, dapat ditarik kesimpulan bahwa kata oishii dalam bahasa Jepang akan mempunyai makna yang mendekati kata lezat atau nikmat dalam bahasa Indonesia karena arti katanya hanya menekankan pada sesuatu hal yang ada hubungannya dengan makanan dan minuman saja. Sedangkan, kata enak dalam bahasa Indonesia yang mempunyai arti lebih banyak akan lebih tepat jika dipadankan dengan kata umai dalam bahasa Jepang yang juga mempunyai arti yang mirip dalam pemakaiannya.

 

 

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

Kamus Besar Indonesia, 2008

Kamus Kenji Matsura, 1994

Sutedi, dedi. 2004. Dasar-dasar Linguistik Bahasa Jepang. Humaniora, Bandung.

Wikipedia. www. wikipedia.com

 

Adverbia Bahasa Jepang

仮定条件 もしも もしも宝くじにあたったら、何に使いますか。

もしも子供時代に戻れたら、いろいろやり直せるのに。

仮に 仮に家を買うとしたら、どんな家がいいですか。

仮にあなたが親だったら、どう考えるでしょうか。

万一 万一飛行機に乗り遅れたら、どうすればいいですか。

万一事故が起きた場合、すぐ連絡してください。

逆接条件 たとえ たとえ何と言われても、自分の意味をはっきり言おう。

たとえわずかでも、寄付を続けようと思う。

いくら いくらがんばったって、もう間に会わないよ。

私はいくら疲れていても、必ず自分で食事を作る

仮に 仮に親が反対するとしても、私は計画を変えない。

仮に家を買うとしても、あと10年先の話だ。

万一 万一重い病気になっても、私は頑張れると思う。

万一電車が止まっても、タクシーで行けばいい。